Pencemaran Kimia Air Laut – Pencemaran Merkuri di Minamata
I.
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Air merupakan kandungan terbesar didalam tubuh
manusia. Maka dari itu, air mutlak dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia.
Jika mutu air yang masuk ke dalam tubuh rendah, akan mempengaruhi kesehatan
tubuh. Bahkan dapat menimbulkan penyakit.
Air yang tercemar dapat menimbulkan berbagai penyakit
seperti diare, penyakit kulit, kanker, minamata dan lain lain.
Kasus ini disebut tragedi Minamata atau disebut juga Minamata Disaster (1950). Logam berat
akibat industrialisasi Jepang mencemari teluk tersebut, termasuk di dalamnya
tercemar pula oleh Methyl Mercury. Tidak
kurang, penduduk dari dua wilayah di pesisir Minamata, yaitu propinsi Kumamoto
dan Kagoshima menjadi korban merkuri.
Penduduk yang mengalaminya memiliki penyakit aneh,
tangan dan kaki mati rasa, kekuatan otot melemah, gangguan pada mata, gagap,
gangguan pendengaran, lumpuh hingga pada level tertentu menyebabkan kematian.
Dari beberapa video dokumen terlihat banyak korban berperilaku aneh, seperti
gagap dan kejang kejang begitu pula seekor kucing yang jalan terseok-seok saat
berjalan. Limbah merkuri yang di hasilkan oleh Chisso Corp tersebut telah
menkontaminasi air laut sehingga membuat hasil tangkapan ikan menjadi
terkontaminasi merkuri sehingga meracuni penduduk yang mengkonsumsinya. 50
tahun sudah kejadian tersebut berlalu, namun sampai saat ini kejadian tersebut
masih belum terpecahkan ujar walikota kota Minamoto. Jumlah korban belum bisa
di pastikan karena akan terus bertambah karena bersifat turun-menurun, namun
sekitar 1.573 – 2.265 orang meninggal yang kesemuanya menderita keracunan
merkuri, lebih lanjut masih banyak penduduk yang melaporkan kemungkinan terkena
wabah ini dan jumlahnya tidak sedikit, yaitu 21.021 orang. Dan mereka mengaku
memiliki gejala gejala penyakit yang terlihat pada lengan, kaki dan sulit
berkomunikasi. Pihak Chisso Corp sendiri selalu menolak untuk bertanggung jawab
meskipun telah di tetapkan sebagai tersangka dan terus menyebarkan merkuri ke
laut sepanjang 1956 – 1968, tentu saja perbuatan tersebut patut di kutuk karena
telah menyengsarakan penduduk lokal hingga turun temurun dari generasi ke
generasi.
Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan
sistem syaraf, yang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Gejala yang
timbul antara lain:
·
Gangguan
saraf sensoris: Paraesthesia,
kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan
menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha.
·
Gangguan
saraf motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan
lambat, dan sulit berbicara.
·
Gangguan
lain: gangguan mental, sakit kepala. Tremor pada otot merupakan gejala awal
dari toksisitas merkuri tersebut.
Dari fakta-fakta tersebut diatas, kami ingin
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada air laut tersebut ditinjau dari
parameter dan kaidah-kaidah kimia lingkungan.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
(1) Apa saja sumber pencemaran air laut yang menyebabkan
terjadinya tragedi Minamata?
(2) Bagaimana peredaran zat pencemar air laut yang
menyebabkan terjadinya tragedi Minamata?
(3) Bagaimana tabiat (sifat kimia dan fisika) zat pencemar
air laut yang menyebabkan terjadinya tragedi Minamata?
(4) Apa dampak yang diakibatkan oleh tragedi Minamata?
(5) Bagaimana cara mengatasi permasalahan pencemaran air
laut akibat tragedi Minamata?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, makalah ini bertujuan :
(1)
Untuk
mengetahui sumber pencemaran air laut yang menyebabkan terjadinya tragedi
Minamata.
(2)
Untuk
mengetahui peredaran zat pencemar air laut yang menyebabkan terjadinya tragedi
Minamata.
(3)
Untuk
mengetahui tabiat (sifat kimia dan fisika) zat pencemar air laut yang
menyebabkan terjadinya tragedi Minamata.
(4)
Untuk
mengetahui dampak yang diakibatkan oleh tragedi Minamata.
(5)
Untuk
mengetahui cara mengatasi permasalahan pencemaran air laut akibat tragedi
Minamata.
II. Pembahasan
2.1
Sumber
Pencemaran Air Laut yang
Menyebabkan Terjadinya Tragedi
Minamata
Minamata adalah sebuah desa kecil yang
menghadap ke laut Shiranui, bagian selatan Jepang sebagian besar penduduknya
hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan cukup tinggi, yaitu
286-410gram/hari.
Tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan
Motto “dahulukan Keuntungan” perkembangannya pada tahun 1932 Industri ini
berkembang dan memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai
peledak, dengan dukungan militer industri ini merajai industri kimia, dan
dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk Minamata diperkirakan 200-600 ton Hg
dibuang selama tahun 1932-1968, selain merkuri limbah PT Chisso juga berupa
mangan. Thalium, dan Selenium.
Bencana mulai nampak pada tahun 1949
ketika hasil tangkapan mulai menurun drastis ditandai dengan punahnya jenis
karang yang menjadi habitat ikan yang menjadi andalan nelayan Minamata.
Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing
yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan
air liur beberapa saat kemudian kucing ini mati.
Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis
berusia 5 tahun yang menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan
hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat berjalan. Menyusul kemudian adalah adik dan
empat orang tetangganya, penyakit ini kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut
sebagai Minamata disease.
Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa
penyakit Minamata disebabkan oleh keracunan Methyl-Hg,
hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang dan disusul kematian
setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada
tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi
Minamata, karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata,
sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedang di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai
2000 ppm. Pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui bahwa pencemaran
dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit Minamata.
2.2
Peredaran
Zat Pencemar Air Laut yang
Menyebabkan Terjadinya Tragedi
Minamata
Peristiwa ini dimulai di Minamata, sebuah desa kecil
yang menghadap ke laut Shiranui, provinsi Kumamoto, bagian selatan Jepang,
dimana sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan
pengkonsumsi ikan yang dukup tinggi, yaitu 286-460 gram per hari.
Masalah dimulai ketika tahun 1908 berdiri PT Chisso
dengan slogan “dahulukan keuntungan”. Pada tahun 1932 industri ini berkembang
dan memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak. Dengan
dukungan militer, industri ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa
membuang limbahnya ke teluk Minamata.
Selang
beberapa lama, diketahui bahwa limbah industry ini berupa Merkuri (Hydragyricum : Hg) yang digunakan sebagai
katalis dalam proses produksi asetaldehida (acetaldehyde).
Asetaldehida (CH3COOH) digunakan sebagai bahan mentah untuk
pembuatan produk seperti plastik, obat-obatan, cuka, fiber dan produk lain.
Walaupun anorganik merkuri yang digunakan sebagai katalisator, namun sistemnya
merubah bentuk anorganik merkuri tersebut menjadi organik (metil) merkuri.
Dengan kata lain merkuri anorganik dapat ter-metilasi menjadi merkuri organik
di sedimen perairan. Pada biota laut merkuri anorganik mengalami perubahan
menjadi merkuri organik (metil merkuri). Selain itu kondisi asam dan kadar ozon
pada perairan mendorong aktivitas bakteri mengubah merkuri menjadi metil
merkuri.
Limbah yang dibuang ke teluk Minamata juga tidak
terhitung sedikit, diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama 1932-1968, selain
merkuri, terdapat juga mangan, thalium, dan selenium dalam limbah yang dibuang.
Tanda-tanda keracunan mulai terlihat pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan
mulai menurun drastis, yang ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi
habitat ikan yang menjadi andalan nelayan. Tanda-tanda keracunan juga terlihat
pada beberapa hewan yang memakan ikan hasil tangkapan nelayan. Beberapa ekor
kucing yang memakan ikan tersebut mengalami kejang, menari-nari, dan
mengeluarkan air liur, yang beberapa saat kemudian kucing tersebut mati.
Metil merkuri dapat memasuki tubuh manusia melalui
tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi (pernafasan) maupun lewat makanan. Pada
kasus ini Merkuri ditransfer masuk dalam rantai makanan melalui bioakumulasi di
lingkungan laut yang tercemar. Ikan atau hewan air lainnya yang tercemar
merkuri melalui makanan atau insangnya. Metil merkuri dan substansi racun
lainnya yang telah terakumulasi pada ikan dan moluska. Ikan-ikan berukuran
besar seperti Tuna dan Swordfish yang hidup di laut tercemar biasanya
mengandung akumulasi metil merkuri lebih banyak. Hewan air tersebut masuk dalam
rantai makanan dan dimakan oleh predator di atasnya, dan akhirnya sampai pada
puncak pada rantai makanan, yaitu manusia. Ikan-ikan yang telah terkontaminasi
ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia ketika rantai makanan itu
menyambung ke manusia. Merkuri akan meracuni manusia saat kadarnya melebihi
kadar normal dalam darah (sekitar 0,04 ppm). Namun, sekali berada dalam tubuh,
metil merkuri sangat lambat tercuci dan akan terakumulasi dalam tubuh. Oleh
sebab itu, memakan ikan yang tercemar metil merkuri dengan dosis di bawah
ambang pun, jika dilakukan dalam jangka waktu lama, akan meningkatkan jumlah
merkuri di dalam tubuh.
Merkuri yang terlarut dalam pembuluh darah setelah
ikan dicerna oleh sistem pencernaan manusia akan sampai ke ginjal, dimana
senyawa anorganik merkuri akan berpengaruh pada ginjal, sedangkan saat sampai
pada susunan saraf, giliran metil merkuri dan etil merkuri yang akan
mempengaruhi susunan saraf. Senyawa merkuri dapat dicerna dan terlarut dalam
darah karena senyawa bersifat lipofilik, sehingga terlarut dalam lemak yang
terkandung dalam ikan, dan dapat masuk dalam peredaran darah sekaligus dapat
meracuni darah dan otak.
2.3
Sifat Kimia dan Fisika Zat Pencemar Air Laut yang
Menyebabkan Terjadinya Tragedi Minamata
Zat sumber pencemar pada Tragedi Minamata adalah
Raksa (Hg)
1. Sumber
mineral yang mengandung raksa:
a. Sinabar
(HgS)
b. Metasinabarit
c. Kalomel
d. Terlinguait
e. Eglestonit
f. Montroidit
2. Sumber
yang menghasilkan Raksa dengan cara diekstraksi:
a. Bijih
air raksa yang terpenting hanyalah Sinabar (HgS), Sinabar dipanggang dan
menghasilkan oksidanya yang pada gilirannya terdekomposisi kira-kira pada suhu
500 oC maka raksa akan menguap.
HgS (s) + O2 (g) à
Hg (g) + SO2 (g)
b. Proses
lain untuk mengurangi emisi SO2(g) ialah dengan memanggang HgS
dengan Fe atau CaO
HgS (s) + Fe (s) à FeS (s) + Hg
(g)
4 HgS (s) + 4 CaO (s) à 3 CaS (s) +
CaSO4 (s) + 4 Hg (g)
Pemanggangan HgS tidak menghasilkan HgO karena HgO
tidak stabil pada suhu tinggi sehingga mengurai menjadi Hg (g) dan O2
(g).
c. Raksa
yang masih terkotori oleh pengotor, dimurnikan dengan mereaksikannya dengan
larutan HNO3, larutan HNO3 akan mengoksidasi hampir semua
pengotor. Hasilnya yang tidak larut akan mengambang ke permukaan cairan dan
dapat diambil. Pemurnian terakhir adalah melalui penyulingan. Raksa mudah
diperoleh karena kemurnian adalah yang paling tinggi dari kebanyakan logam
(99,9998% Hg atau lebih).
3. Sifat
Fisika Raksa:
a. Berkilau
seperti warna keperakan
b. Mempunyai
titik leleh yang rendah 234.32 K (-38.83 °C, -37.89 °F)
c. Berujud
cair pada suhu kamar (25 oC) dengan titik beku paling rendah sekitar
-39 oC.
d. Masih
berujud cair pada suhu 396oC.
e. Hg
punya densitas yang lebih besar dari beberapa logam yang lain. densitas Hg
sekitar 13.55 g/mL.
4. Sifat
Kimia Raksa:
a. Memiliki
daya hantar listrik yang tinggi
b. Bersifat
diagmanetik (tidak dapat ditarik oleh magnet)
c. Memberikan
uap monoatom dan mempunyai tekanan uap (1,3 x 10-3 mm) pada suhu 20 oC.
d. Larut
dalam cairan polar maupun tidak polar.
e. Merupakan
logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang
lain.Karena penguapan dan toksisitas yang tinggi, air raksa harus disimpan
dalam kemasan tertutup dan ditangani dalam ruang yang cukup pertukaran
udaranya.
f. Sangat
sedikit senyawa raksa yang larut dalam air, dan kebanyakan tak terhidrasi.
g. Raksa
mempunyai kecenderungan yang kecil untuk bergabung dengan oksigen, oksida raksa
(HgO) tidak mantap/tahan terhadap suhu.
h. Kebanyakan
senyawa raksa bersifat kovalen. Kemantapan ikatan Hg – C mengakibatkan
banyaknya jumlah senyawa raksa organik. Halida logam, kecuali HgF2,
hanya sedikit terionisasi dalam larutan yang mengandung H2O.
i. Raksa
membentuk ion diatomik dengan ikatan kovalen logam-logam, Hg22+.
j. Senyawa
merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain
seperti klorin (Cl ), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut
garam-garam merkuri.
k. Senyawa
merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan karbon atau
organomerkuri. Banyak jenis organomerkuri, tetapi yang paling populer adalah
metilmerkuri (monometilmercuri) CH3—Hg—COOH.
2.4
Dampak yang Diakibatkan oleh Tragedi Minamata
Kasus minamata
disebabkan oleh metil merkuri yang dihasilkan
dalam proses produksi asetaldehida dimana produksinya menggunakan raksa (mercury) sebagai katalis. Metil raksa mengkontaminasi dan terakumulasi pada
ikan-ikan dan makhluk hidup lain yang ada di laut tersebut, sehingga siapapun
yang mengkonsumsi hasil laut itu akan mengalami keracunan methyl mercury. Kasus ini merupakan kasus pertama yang terjadi
melalui rantai makanan dari polusi lingkungan.
Berdasarkan Prof.
Tokumi yang telah meneliti kasus ini, tanda-tanda keracunan mercuri pada kasus
minamata ini ada berbagai macam. Dari seluruh korban yang diperiksa 100% korban
mengalami gangguan sensorik dan penyempitan jarak pandang, 93,5% diantaranya
mengalami gangguan koordinasi, 88,2 % mengalami dysarthia, 85,3 % mengalami gangguan pendengaran dan 75,8%
mengalami gejala tremor. Selain itu, diantara 85,4% dari penderita juga
mengalami ganguan dalam berjalan. Tak hanya itu, gangguan syaraf perioral juga ditemukan dalam kasus ini.
Kasus Minamata ini juga menimbulkan gangguan syaraf yang
unik dan belum pernah ditemukan sebelumnya. Ganguan syaraf ini mirip dengan
gangguan pada syaraf peripheral.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan setelahnya, terdapat kemungkinan besar
bahwa gangguan syaraf tersebut tergolong dalam gangguan syaraf pusat.
Pada tahun 1962
ditemukan bukti bahwa metal merkuri juga mengkontaminasi mengkontaminasi janin
pada Ibu hamil, karena logam merkuri dapat melintasi plasenta dan memengaruhi
janin. Ini dibuktikan dari penelitian, bahwa bayi yang terkena logam dalam
kandungan ibunya, akan dipengaruhi secara berlebihan daripada ibunya. Faktor
ini mengakibatkan beberapa warga yang berasal dari Minamata enggan mengakui
dirinya berasal dari Minamata, karena takut tidak akan mendapatkan jodoh.
Sekitar 9% dari bayi yang baru lahir tersebut memiliki kandungan raksa dalam
tubuhnya yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua anak
tersebut mengalami keterbelakangan mental, gangguan koordinasi, gangguan
pertumbuhan, chorea-ethetose dan dysarthia.
Untuk faktor usia,
anak-anak lebih rentan diserang keracunan logam merkuri daripada orang desawa.
Hal ini disebabkan kepekaan dan tingkat penyerapan dalam saluran pencernaan
anak-anak yang lebih besar daripada orang dewasa. Selain itu, pada anak-anak
yang mempunyai berat badan sangat kecil, lebih mudah diserang oleh racun logam.
Faktor berat badan pada anak-anak ternyata juga berpengaruh pada orang dewasa.
Faktor-faktor diet yang menyebabkan defisiensi protein, vitamin C, dan vitamin
D dapat meningkatkan resiko keracunan logam.
Secara patologis,
kandungan raksa yang terlalu tinggi akan merusak bagian kortial cerebrum dan
cerebellum. Dengan kata lain pada bagian pusat visual (calcarine areas), pusat motorik (precentral gyrus), pusat sensorik (postcentral gyrus) dan pusat audiotorik (transverse temporal gyrus).
Senyawa methyl mercury
juga akan bergerak melalui plasenta seperti halnya melalui pembuluh-pembuluh
darah. Sehingga dapat dipastikan bahwa senyawa ini akan merusak otak fetal
melalui plasenta dari ibu yang terkontaminasi methyl mercury. Akibatnya
terjadi kerusakan pada cerebral, yang
termasuk gangguan intelektual, gangguan pertumbuhan, kesulitan dalam berbicara,
kesulitan dalam bergerak dll.kondisi ini disebut dengan Fetal Minamata Disease, yang diakibatkan kerusakan pada saat
kehamilan.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa
senyawa merkuri dapat larut dalam darah karena mempunyai sifat lipofilik,
sehingga dapat menuju ke berbagai sistem organ dalam tubuh, dan menyebabkan
gangguan pada sistem organ tersebut. Antara lain:
·
Sistem Syaraf
Merkuri dapat dengan mudah dapat memasuki susunan syaraf dan
mengakibatkan keracunan pada bentuk metil merkuri (CH3Hg+),
yang biasanya masuk lewat pencernaan, yang mana telah mencerna ikan, kerang,
udang, maupun air dari perairan yang telah terkontaminasi. Metil merkuri
sendiri terbentuk dari reaksi antara merkuri dengan metana yang terdapat di
alam. Metil merkuri bersifat racun, dalam bentuk metal merkuri, sebagian besar
berakumulasi di otak. Karena senyawa ini mudah diserap, dalam waktu singkat
dapat menyebabkan berbagai gangguan. Mulai dari rusaknya keseimbangan tubuh,
tidak bisa berkonsentrasi, tuli, dan berbagai gangguan lain. Ini dibuktikan
dengan adanya laporan pada tahun 1956, bahwa gadis berusia 5 tahun menderita
gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga
tidak bisa berjalan.
·
Pada Ginjal
Resiko ginjal terserang keracunan merkuri cukup kecil, karena hanya
merkuri dalam bentuk logam saja yang dapat menyerang ginjal. Itupun merupakan
sisa dari dari ekskresi merkuri yang mengendap pada ginjal. Tapi jika melihat
fakta bahwa penduduk Minamata merupakan pengkonsumsi ikan yang sangat tinggi,
dan telah tercemar oleh merkuri, maka keracunan pun tidak dapat dihindari.
Ginjal yang diserang oleh merkuri akan mengalami kerusakan, dan mengganggu
sistem ekskresi dalam tubuh. Seseorang masih beruntung jika hanya satu ginjal
yang diserang, karena setiap manusia dalam keadaan normal mempunyai dua buah
ginjal dalam tubuhnya. Tetapi jika terserang keduanya, maka orang tersebut
dinyatakan gagal ginjal, dan harus melakukan cuci darah secara rutin, atau menerima
donor ginjal dari orang lain untuk mengganti ginjalnya yang rusak.
·
Pada Pernapasan
Dalam kasus Minamata, resiko untuk keracunan pada sistem pernapasan
cukup kecil, karena penyebab utama keracunan di Minamata adalah penduduk yang
terlalu banyak terpapar merkuri yang terdapat pada ikan-ikan yang mereka makan
setiap harinya. Sedangkan cara untuk merkuri memasuki sistem pernapasan adalah
melalui uapnya, yang dapat berasal dari uap air raksa yang terhirup dalam waktu
lama dan terus menerus, sehingga merusak paru-paru. Kerusakan paru-paru akan
berujung pada kematian.
Akibat lain yang
ditimbulkan pada keracunan merkuri selain kerusakan organ adalah
karsinogenisitas. Karsinogenisitas
merupakan pembengkakan pada jaringan tubuh (tumor).
Tumor diakibatkan oleh
peningkatan kadar merkuri dalam jaringan tubuh. Sehingga tidak mengherankan
jika banyak dari warga Minamata yang keracunan merkuri mengalami cacat fisik
sepanjang hidupnya.
Jika melihat dari
banyak hal yang terjadi pada kasus Minamata, dari pembuangan limbah yang belum
diolah dengan benar, yang langsung dibuang ke perairan dimana perairan tersebut
menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Sampai pada dampak yang
ditimbulkan oleh keracunan tersebut, seperti gangguan pada sistem organ yang
sampai berujung pada kematian, bisa diambil beberapa pelajaran, antara lain
pentingnya pengolahan limbah hasil industri, apalagi jika mengandung
logam-logam berat, seperti merkuri (Hg), mangan (Mn), selenium (Se), dan
thalium (Tl). Yang dapat mencemari perairan, sehingga menyebabkan kerusakan
ekosistem air dan keracunan bagi penduduk sekitar, yang berupa cacat fisik
permanen, sampai kematian.
2.5
Cara Mengatasi Permasalahan Pencemaran Air Laut Akibat
Tragedi Minamata
Berbagai usaha restorasi dan rehabilitasi lingkungan teluk Minamata dan laut Shiranui pada
umumnya untuk mencegah
terus menyebarnya metil
merkuri tersebut ke rantai makanan dan manusia, sejak tahun 1970 untuk merehabilitasi lingkungan. Usaha-usaha
tersebut mencakup 5 kategori, yaitu : (1) Kegiatan penelitian, (2)
Peraturan-peraturan dan administrasi (3), Pengobatan bagi korban, (4)
Pemantauan merkuri dan bahan berbahaya lainnya serta (5) Usaha perbaikan
lingkungan.
Selain
larangan bagi masyarakat untuk menangkap ikan di teluk ini, program pembersihan
sedimen dengan teknik remediasi dilakukan dari tahun1974-1990. Limbah sedimen
yang mengandung merkuri di teluk Minamata diperkirakan sebanyak 70 - 150 ton. Sedimen yang ada
di dasar teluk Minamata tersebut di keruk dan ditaruh pada lokasi reklamasi
menggunakan pompa yang didesain khusus untuk mencegah kekeruhan di saat
penggerukan. Kemudian sedimen yang terkontaminasi tersebut ditimbun
lagi/ditutupi dengan menggunakan tanah yang tidak terkontaminasi secara
hati-hati (diisolasi). Teknik remediasi ini dilakukan aktif antara tahun
1983-1987 dan berakhir di tahun 1990, teknik ini teruji efektif namun mahal dan
memakan waktu serta dapat saja bocor dan mencemari lingkungan lagi. Lewat
program ini, merkuri yang terkontaminasi di sedimen sebanyak 25 ppm di tahun 1977
menurun menjadi 4,6 ppm (1990). Daerah yang direklamasi di teluk Minamata
seluas 58 hektar dan menghabiskan anggaran 48 Milyar Yen. Chisso menanggung
lebih dari 30.5 Milyar yen dan sisanya ditanggung oleh pemerintah. Berbagai alternatif teknik selain remidiasi
dan imobilisasi dikaji untuk digunakan seperti dengan treatment tanah atau air
yang terpolusi baik secara fisik atau kimia. Teknik ini lebih murah namun tidak
berlaku umum, hanya memindahkan dari polusi air ke polusi udara, dan tetap
berpotensi menimbulkan pencemaran
lain. Teknik lainnya seperti fitoremediasi,
yakni dengan menggunakan tumbuhan penyerap metilmerkuri relatif murah dan
polutan yang telah terakumulasi dapat dikumpulkan dan digunakan bila perlu.
Namun proses ini relatif lambat dan belum cukup teruji serta kemungkinan terjadi gangguan pada
ekosistem.
Usaha
lain yang dilakukan adalah measang jaring sebagai batas
mengelilingi mulut teluk untuk menangkap ikan yang terkontaminasi (imobilisasi). Teknik ini cukup efektif
serta lebih murah, namun gangguan efek ekologis pada ekosistem tempat batas
dipasang dapat saja terjadi. Pemerintah telah mengizinkan kembali penangkapan
ikan di teluk Minamata di tahun 1997 dan menyatakan bahwa tingkat merkuri di
Laut Shiranui telah mencapai batas aman untuk dimakan. Bersama dengan
persetujuan nelayan setempat, jaring yang membatasi teluk Minamata diangkat dan
teluk Minamata dibuka kembali untuk umum. untuk pertama kalinya dalam 24 tahun, penangkapan ikan dan
promosi mengenai amannya ikan dari teluk minamata dan Laut Shiranui pada
umumnya dilakukan. Namun masyarakat sudah tidak mau lagi mengkonsumsi ikan yang terdapat di teluk
Minamata.
Pencemaran air oleh merkuri dalam skala yang lebih kecil pun tidak
bisa diatasi hanya dengan cara penyaringan, koagulasi kopulasi, pengendapan,
atau pemberian tawas. Hal ini karena merkuri di air berbentuk ion.
Cara terbaik untuk menghilangkan merkuri
dalam
air ini adalah dengan pertukaran ion. Yaitu mempergunakan suatu resin yang
mampu mengikat ion merkuri
hingga menjadi jenuh, kemudian diregenerasi kembali dengan penambahan suatu
asam, sehingga Mercury bisa
dinetralisir. Namun karena biaya ionisasi ini sangat mahal, maka biaya termurah
dan terbaik adalah dengan mencegah merkuri tidak masuk perairan. Cara lain, yaitu penyulingan.
Tapi setali tiga uang, biaya yang akan dikeluarkan untuk penyulingan pun sangat
mahal.
Penelitian tentang pengobatan keracunan
merkuri sangat terbatas. Akhir- akhir ini dapat digunakan chelators N-acetyl-D,L-penicillamine (NAP), British Anti-Lewisite (BAL), 2,3-dimercapto-1-propanesulfonic
acid (DMPS), and dimercaptosuccinic
acid (DMSA). Pada penelitian dengan sampel kecil dilakukan pada pekerja
yang terkontaminasi
air raksa diberikan DMSA dan NAP. Obat ini bekerja dengan cara memperkecil
partikel air raksa,sehingga pengeluaran ke ginjal bisa di tingkatkan.
Selain itu juga,
suatu laporan yang dibuat oleh Enviromental
Protection Agency (EPA) memuat beberpa rekomedasi untuk mencegah terjadinya
pencemaran merkuri di lingkungan. Rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:
· Pestisida
alkil merkuri tidak boleh digunakan lagi.
· Penggunaan
pestisida yang menggunakan komponen merkuri lainnya dibatasi untuk
daerah-daerah tertentu.
· Semua
industri yang menggunkan merkuri harus membuang limbah industri dengan terlebih
dahulu mengurangi jumlah merkurinya sampai batas normal.
Pelaksanaan rekomendasi tersebut tidak
seluruhnya dapat memecahkan masalah pencemaran merkuri di lingkungan. Pencemaran
tetap terjadinya pada lumpur di dasar sungai atau danau dan menghasilkan CH3Hg+
yang dilepaskan ke badan air sekililingnya.
Kasus Minamata ini menjadi pelajaran
yang sangat berarti bagi masyarakat Jepang, khususnya Pemerintah Jepang. Pasca
bencana Minamata, secara bersama-sama masyarakat Minamata, kalangan industri,
pemerintah kota dan pemerintah Jepang melakukan perbaikan lingkungan dengan
upaya terpadu. Secara konsisten, seluruh industri diharuskan mengolah limbah.
Peraturan disusun dan dilaksanakan secara konsisten. Pada saat bersamaan
pemulihan lingkungan teluk Minamata dilakukan, sehingga kualitas air di teluk
Minamata kembali seperti sebelum pencemaran. Limbah rumah tangga dari seluruh
bangunan diolah secara sungguh-sungguh, sehingga tidak ada lagi limbah industri
dan limbah rumah tangga yang mencemari perairan kota Minamata. Sejarah kemudian
mencatat, bahwa Minamata yang semula tercemar logam berat, kini menjadi kota
kualitas lingungannya baik, kota yang nyaman dan aman untuk ditinggali.
III.
Penutup
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
(1)Tragedi
Minamata disebabkan oleh limbah buangan perusahaan pupuk, Chisso Corp yang
mengandung logam berat, Raksa (Hg) atau merkuri dan mencemari perairan
disekitar perusahaan.
(2)Merkuri ditransfer masuk dalam rantai makanan melalui
bioakumulasi di lingkungan laut yang tercemar.
(3)Tabiat
dari zat sumber pencemar pada Tragedi Minamata (yang diketahui adalah
Raksa) meliputi sumber mineralnya, yang
paling banyak adalah terdapat pada Sinabar (HgS), sumber ekstraksinya, dapat
diekstraksi dari Sinabar, memanggang HgS dengan Fe atau CaO agar emisi SO2
yang dihasilkan dari pengekstrasian Sinabar dapat dikurangi. Sifat fisikanya, raksa memiliki
titik leleh rendah dan densitas yang lebih besar dari logam lainnya, sedangkan
sifat kimianya, raksa dapat membentuk senyawa anorganik dan organik yang
sama-sama beracun.
(4)pencemaran ini memberi dampak yang sangat buruk bagi
kesehatan manusia dan makhluk hidup di Teluk Minamata, terutama merkuri
menyerang sistem syaraf dan otak.
(5)Cara
mengatasi pencemaran
merkuri di Teluk Minamata dan Laut Shiranui membutuhkan biaya yang besar dan
waktu yang lama. pengobatan kepada korban pun terus dilakukan dalam jangka
waktu yang lama.
3.2
Saran
(1) Bagi
Pemerintah, sebaiknya pemerintah menindak tegas perusahaan-perusahaan, atau
lebih tepatnya pabrik-pabrik yang beroperasi tidak boleh membuang limbahnya
sebelum diproses atau diolah dan tidak boleh juga membuang limbahnya secara
sembarangan serta membuat
kebijakan yang tentang pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan.
(2) Bagi
Pengusaha, seharusnya mempunyai kesadaran diri untuk tidak membuang limbah yang
belum diolah dan tidak membuang limbahnya secara sembarangan, dan diharapkan
tidak mendirikan pabrik ditengah pemukiman padat penduduk.
(3) Bagi
Masyarakat, sebaiknya
memiliki kesadaran tentang pencemaran lingkungan disekitarnya dan melakukan
perbaikan lingkungan dengan upaya yang terpadu.
Daftar Pustaka
Juwilda. 2009. Limbah Merkuri.
Online. http://jjuian.blogspot.com. diakses tanggal 20 April 2012.
Hamdani, S. 2012. Sifat Fisika Kimia Merkuri. Online. http://www.catatankimia.com.
Diakses pada tanggal 19 April 2012
Sari,
Ilma Ranita. 2008. Tragedi Minamata.
Online. http://ilmatuhyaien. blogdetik.com/2010/10/30/paper-ilmu-lingkungan/. diakses tanggal 20 April 2012.
Subanri. 2008. Kajian Beban Pencemaran Merkuri
(Hg) Terhadap Air Sungai Menyuke Dan Gangguan Kesehatan Pada Penambang Sebagai
Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti) Di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak
Kalimantan Barat. Tesis tidak diterbitkan.
Semarang:Universitas Diponegoro
Tridharma. 12 Mei 2008. Merkuri. Online. http://himpunanmahasiswapendidikankimia.com.
Diakses pada tanggal 19 April 2012
Tim Wikipedia. 15 April 2012. Raksa. Online. http://wikipedia.org. diakses pada
tanggal 19 April 2012
Yumiarti,
dkk. 2008. Studi Penyerapan Raksa
Anorganik Oleh Ikan Lele (Clarias Batrachus) Dalam Air Menggunakan Analisis
Aktivasi Neutron. Laporan penelitian. Yogyakarta: Pusat
Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN
-----.
2012.
Paparan Mercury Melalui Konsumsi Ikan (Kasus Teluk Minamata). Online. Http://fun-smile-blog.blogspot.com/2012/01/paparan-merkuri-melalui-konsumsi-ikan.html.
diakses tanggal 20 April
2012.
-----.
2012.
Mercury Poisoning.
Online. http://en.wikipedia.org/wiki/ Mercury_poisoning. diakses tanggal 20 April 2012.